Kamis, 21 April 2016

Canggu dan Terung Pelabuhan Internasional Kota Mojokerto Pada Masa Majapahit



Dalam bantuan penelitian yang diadakan Kampus UINSA salah satu siswi mencoba mengenal Mojokerto lewat sejarah emasnya. Dari berbagai sumber maka peneliti menulisakan bahwa Mojokerto mempunyai pelabuhan internasional. Berdasarkan Prasasti Canggu atau disebut dengan parasasti Trowulan I adalah salah salah satu sumber sejarah yang berangkakan tahun 1353 M. Dalam prasasti tersebut tertera kutipan sebagai berikut:
3.b.
4.‘’..kumonakên ikanang anambangi saya
5. wadwipamandala,makādi pañji marggabhaya, makadi kasir ajaṙȧn rata, sthapita, mungwi canggu...’’.
Terjemahan:
4.’’..memerintahkan semua petugas penyeberangan
5. di seluruh pulau Jawa, terutama sekali Panji Margabhaya yang terkenal bernama ajaran Rata, bertempat tinggal Canggu...’’
Sedangkan mengenai lokasi desa Canggu, di jelaskan dalam kutipan sebagai berikut :
3.b.
6. ‘’..kapangkwa denikang anāmbangi sayawadwipamandala, maka
5.a.
    2. i nusa ..., i mabuwur, i godhong, i rumasan, i canggu, i randu gowok, i wahas, i nagara, i sarba ..’’
Terjemahan:
3.b.
6. ‘’..agar disimpan oleh petugas penyeberangan di seluruh pulau Jawa, terutama
5.a.
2. (nama-nama desa penyeberangan) Nusa, Temon, ..., Mabuwor, Godhong, Rumasan, Canggu, Randu Gowok, Wahas, Nagara, Sarba...’’.
Dan pada kepingan prasasti Canggu kepingan V:
1.      Nusa, i Těmon, i parajěngan, pakaţěkan, i wunghu, i robutri, i bañu mrědu, i gocor, i tambak, i pujut.
2.      I mirěng,i ng dmak, i klung, i pagᵭangan, i mabuwur, i goᵭong (?) i rumasan, i canggu, i raᶇᵭu, gowok, i wahas i nagata
3.      I serba, i waringin pitu, i lagad, i pamotan, i tulangan, i panumbangan, i jruk, i trung, i kambangan śrī, i tᵭa, i gsang
4.      I bukul, i śŭrabhaya, muwaħ prakāraning naditira tradeśa sthananing anāmbangi maᵭantên, i waringin wok, i bajrapura
5.      I sambo, i jerebeng, i pabulangan, i balawi, i lumayu, i katapang, i pagaran, kamudi, i parijik, i parung, i pasi
6.      Wuran, i kěđal, i bhangkal, i wiᵭang, i pakbohan, i lowara (?), i duri, i rāśi, i rewun, i tgalan, dalangggra, i

Terjemahan kepingan V bagian depan prasasti canggu:
“Nusa, Temon, Parajengan, Pakatekan, Wunglu, Rabutri Banyu Mredu, Bocor, Tambak, Pujut, Mireng, Demak, Kelung, Pagedengan, Maguwur Godong, Rumasan, Canggu, Randu Gowok, Wahas, Nagara, Serba, Baringin, Tijuh, Lagada, Pamotan, Tulangan, Panumbangan, Jeruk, Kembang seri desa di pinggir sungai tempat penyeberangan, yaitu berturut-turut: Madan-tada, Gesang, Bukul dan surabaya. Selanjutnya prasasti ini mengenai desantren, Waringin Wok, Bajrapura, Sambo, Djerebeng, Pabulangan, Balawi, Lumayu, Ketapang, Pagaran, Kamudi, Pridjik, Paruk, Pasirwuran, Kedal, Bangkal, Widang, Pakebonan, Lowara, Duri, Rasji, Rewun, Tegalan, Dalangara”.

Terjemahan kepingan V bagian belakang prasasti canggu:
“ Sumbang, Malo, Ngijo, Kawangan, Sudah Kikitu, Balun, Marebo, Barang, Pakatelan, Wareng, Amban, Kembu dan wulayu. Sekalian desa dipinggir kali tempat penyeberangan di seluruh mandala pulau jawa itu, dan ringkasan desa yang telah ada sebelum prasasti perintah raja dengan tanda-lancana Rajasangsa itu, tetaplah seterusnya boleh menyeberangkan orang di suluruh mandala pulau jawa pertama-tama panji margabaya, ki Ajaran Rata, dan selanjutnya Panji Angraksaji, Ki Ajaran Ragi, tetapi dengan ketentuan bahwa mereka semuanya mempunya hak swatantra, dengan tidak boleh dicampuri orang-orang lain. Tempat-tempat itu tidaklah boleh dimasuki oleh mereka yang menerima perintah dari katrini pegawai yang beriga, yaitu pangkur, tawan, dan tirip, serta selanjutnya perbagai nayaka, percaya, pingai (yang berpakaiaan putih), akurung (yang berselubung temeng), awajuh (yang berselubung baju zirah), wadihaji, semua kepercayaan, serta dimulai dengan yang bekerja sama dengan semua macam pemungut cukai raja, wulu-wulu parawulu’’.
Dan melihat dari catatan-catatan sejarah lainnya seperti Dalam prasasti Canggu disebutkan bahwa Canggu merupakan daerah perdikan karena menjadi tempat penyeberangan mereka yang ingin menuju ke Timur. Daerah tersebut dikuasai oleh Panji Margaonaya Ki Ajaran Rata. Dalam prasasti Salamandi (1395 M) disebutkan memelihara dan memperbaiki jalan menuju pelabuhan. Pada daerah-daerah sepanjang sungai dan muara-muara sungai di tepi pantai bermunculan desa-desa yang kemudian berkembang menjadi kota-kota pusat kegiatan perdagangan, pelayaran dan penyeberangan antar daerah. Isi prasasti Canggu 1358 M menyebutkan tentang adanya pengaturan tempat-tempat penyeberangan diseluruh mandala Jawa. Beberapa desa yang berada di tepi sungai yang disebutkan dalam prasasti diantaranya adalah Nusa, Temon, Parajengan, Pakatekan, Wunlu, Rabutri,, Banyu Mrdu, Godor, Tambak, Puyut, Mireng, Dmak, Klung, Pagdangan, mabuwur, Godong, Rumasan, Canggu, Randu Gowok, Wahas, Nagara, Sarba, Waringin Pitu, Lagada, Pamotan, Tulangan, Palembangan, Jruk, Trung, Kambang Sri, Tdu, Gsang, Buhil, Surabhaya, Madanten, Waringin Wok, Bajrapura, Sambo, Jarebeng, Pabulangan, Balawi, Lamayu, Katapang, Pagaran, Kamudi, Parijik, Pawung, Pasiwuran, Kedal, Bhangkal, Widang, Pakpohan, Lowara, Duri, Rasi, Rewun, Tgalan, Dalangara, Sumbang, Malo, Ngijo, kawangen, Sudah, Kukutu, Balun, Marebo, Turan, Jipang, Ngawi, Wangkalang, Pnuh, Wulung, Barang, Pakatelan, Wareng, Amban, Kembu, dan Wulayu.
Kota pelabuhan Canggu disebut dalam prasati Canggu, Ying-yai Sheng-lan (1415 M), dari masa dinasti Ming, menyebutkan bahwa pelabuhan Canggu (Chang-ku) sebagai pusat perdagangan. Dari catatan-catatan tersebut, maka para pedagang  sekaligus penyebar agama Islam apabila menuju wilayah Majapahit, maka mereka melalui jalur perairan dari samudra menelusuri sungai yang menghubungkan ke kerajaan Majapahit.




  







Tidak ada komentar:

Posting Komentar